Reporter: Achmad Syarwani |
NGANJUK - Seorang juru kunci makam di nganjuk, puluhan tahun hidup dalam kemiskinan. Ia terpaksa hidup di rumah reot yang rawan ambruk. Meski sudah dapat bantuan pkh, namun ia luput dari bantun bedah rumah. Ia berharap pemerintah dan para dermawan, bisa memberikan bantuan untuk merehab rumahnya.
Siyadi, warga desa sukomoro, kecamatan sukomoro, nganjuk ini, hidup memprihatinkan, selama puluhan tahun. Ia hidup dirumah reot yang rawan ambruk.
Kakek yang bekerja sebagai juru kunci makam bersama dengan keponakannya ini, bertahun-tahun menempati rumah miliknya yang kondisinya memprihatinkan. Sebagian besar dinding yang terbuat dari anyaman bambu ini rusak dan berlubang, hingga di tutup dengan triplek yang juga rusak. Bahkan, sebagian ditambal dengan benner plastik.
Hasil dari jerih payahnya sebagai juru kinci makam, tak begitu cukup untuk membeli material pembangunan rumah. Sebab, ia hanya mendapatkan lahan sawah sedikit, yang kadang juga tidak bisa tanam karena musim kemarau. Sementara taminem, istrinya sudah meninggal sejak tahun 2007 lalu.
Meski ia sudah mendapatkan bantuan program keluarga harapan sebesar 200 ribu tiap bulannya, hanya cukup untuk membeli makan tiap hari. Ia mengaku takut, jika rumahnya tidak secepatnya dibenahi. Sebab, pada kondisi hujan selalu bocor dan takut roboh ketika ada angin kencang.
ia berharap, ada bantuan dari para dermawan dan pemerintah untuk membangun rumahnya, dan masuk pada program bantuan bedah rumah dari pemerintah.
Siyadi, warga desa sukomoro, kecamatan sukomoro, nganjuk ini, hidup memprihatinkan, selama puluhan tahun. Ia hidup dirumah reot yang rawan ambruk.
Kakek yang bekerja sebagai juru kunci makam bersama dengan keponakannya ini, bertahun-tahun menempati rumah miliknya yang kondisinya memprihatinkan. Sebagian besar dinding yang terbuat dari anyaman bambu ini rusak dan berlubang, hingga di tutup dengan triplek yang juga rusak. Bahkan, sebagian ditambal dengan benner plastik.
Hasil dari jerih payahnya sebagai juru kinci makam, tak begitu cukup untuk membeli material pembangunan rumah. Sebab, ia hanya mendapatkan lahan sawah sedikit, yang kadang juga tidak bisa tanam karena musim kemarau. Sementara taminem, istrinya sudah meninggal sejak tahun 2007 lalu.
Meski ia sudah mendapatkan bantuan program keluarga harapan sebesar 200 ribu tiap bulannya, hanya cukup untuk membeli makan tiap hari. Ia mengaku takut, jika rumahnya tidak secepatnya dibenahi. Sebab, pada kondisi hujan selalu bocor dan takut roboh ketika ada angin kencang.
ia berharap, ada bantuan dari para dermawan dan pemerintah untuk membangun rumahnya, dan masuk pada program bantuan bedah rumah dari pemerintah.