Reporter: Achmad Syarwani |
NGANJUK - Warga di nganjuk, menggelar upacara adat jawa piton piton atau bayi turun tanah. Tardisi tujuh bulanan usia kelahiran bayi ini, dimaksudkan agar perjalanan kehidupan bayi dalam menggapai masa depan tidak mengalami hambatan, yakni selamat di dunia dan akhirat. Tradisi ini berakhir dengan ratusan warga berebut uang pecahan 500 rupiah hingga uang kertas 100 ribu rupiah.
Tradisi piton piton, atau tradisi turun tanah bagi bagi yang sudah berumur tujuh bulan menginjak ke delapan bulan ini, merupakan tradisi jawa yang dilakukan secara turun temurun oleh nenek moyang.
Seperti yang dilakukan oleh pasangan suami istri, andri dan hermin, warga perumahan purimangundikaran, kecamatan nganjuk kabupaten nganjuk. Pasutri ini menggelar tradisi turun tanah untuk putra keduanya, bernama akio nadhir dimitrio yang baru berumur 7 bulan.
Tardisi dimulai sang bayi didandani dengan mahkota dari daun kelapa dengan hiasan bunga mawar. Tak lupa sang bayi juga di bedaki agar terlihat menawan. Bayi kemudian dituntun berjalan menuju tangga yang terbuat dari batang tebu sebanyak 7 anak tangga.
Kemudian kaki anak tersebut diinjakkan ke tanah dan si siram dengan bunga kembang setaman oleh kedua orangtuanya. Sementara sisa kembang di letakkan di tempat ari-ari sang anak. Selanjutnya, sang anak dimasukkan ke dalam keranjang yang berisi barang-barang berupa buku, kitab suci dan pensil, sisir hingga uang. Apapun yang dipilih sang bayi, diyakini akan membawa kebaikan pada sang bayi hingga tercapai cita citanya.
Menurut hermin disamping untuk melestarikan budaya jawa , dalam piton piton bayi dimaksudkan agar bayi bisa setapak demi setapak, meriih cita citanya. Sedangkan saat di masukkan dalam keranjang, sebagai simbol agar anak dijauhkan dari malapetaka, serta selalu dalam lindungan yang maha kuasa.
Tradisi ini, berkahir dengan pembagian rizki, dengan peerebutan uang logam 500 rupiah dan yang kertas 50 hingga 100 ribu rupiah serta puluhan dor prize dengan total sekitar 4 juta rupiah. Puluhan warga dari orang dewasa dan anak anak yang berkumpul langsung saling berebut, untuk mendapakan uang.
meski berebut, namun tak membuat jera warga, mereka relata berebut dan berdesakan untuk mendapatkan uang dan dor prize.
Meskipun tradisi turun tanah bagi bayi ini mempunyai arti penting. Namun, saat ini tradisi ini sudah mulai ditinggalkan masyarakat jawa. Salahsatunya akibat maraknya budaya modern yang terus berkembang.
Tradisi piton piton, atau tradisi turun tanah bagi bagi yang sudah berumur tujuh bulan menginjak ke delapan bulan ini, merupakan tradisi jawa yang dilakukan secara turun temurun oleh nenek moyang.
Seperti yang dilakukan oleh pasangan suami istri, andri dan hermin, warga perumahan purimangundikaran, kecamatan nganjuk kabupaten nganjuk. Pasutri ini menggelar tradisi turun tanah untuk putra keduanya, bernama akio nadhir dimitrio yang baru berumur 7 bulan.
Tardisi dimulai sang bayi didandani dengan mahkota dari daun kelapa dengan hiasan bunga mawar. Tak lupa sang bayi juga di bedaki agar terlihat menawan. Bayi kemudian dituntun berjalan menuju tangga yang terbuat dari batang tebu sebanyak 7 anak tangga.
Kemudian kaki anak tersebut diinjakkan ke tanah dan si siram dengan bunga kembang setaman oleh kedua orangtuanya. Sementara sisa kembang di letakkan di tempat ari-ari sang anak. Selanjutnya, sang anak dimasukkan ke dalam keranjang yang berisi barang-barang berupa buku, kitab suci dan pensil, sisir hingga uang. Apapun yang dipilih sang bayi, diyakini akan membawa kebaikan pada sang bayi hingga tercapai cita citanya.
Menurut hermin disamping untuk melestarikan budaya jawa , dalam piton piton bayi dimaksudkan agar bayi bisa setapak demi setapak, meriih cita citanya. Sedangkan saat di masukkan dalam keranjang, sebagai simbol agar anak dijauhkan dari malapetaka, serta selalu dalam lindungan yang maha kuasa.
Tradisi ini, berkahir dengan pembagian rizki, dengan peerebutan uang logam 500 rupiah dan yang kertas 50 hingga 100 ribu rupiah serta puluhan dor prize dengan total sekitar 4 juta rupiah. Puluhan warga dari orang dewasa dan anak anak yang berkumpul langsung saling berebut, untuk mendapakan uang.
meski berebut, namun tak membuat jera warga, mereka relata berebut dan berdesakan untuk mendapatkan uang dan dor prize.
Meskipun tradisi turun tanah bagi bayi ini mempunyai arti penting. Namun, saat ini tradisi ini sudah mulai ditinggalkan masyarakat jawa. Salahsatunya akibat maraknya budaya modern yang terus berkembang.