TUBAN - Tanah liat bukan sesuatu yang menjijikan bagi mbah rasimah, 85 tahun. Hampir setiap hari warga desa bektiharjo, kecamatan semanding, kabupaten tuban, ini mengumpulkan tanah liat dari sawah sekitar.
Bukan untuk main-main, tanah sedikit berair ini diolah mbah rasimah menjadi camilan yang disebut ampo. Namun tidak sembarang tanah liat dapat digunakan bahan baku membuat ampo. Mbah rasimah biasanya emmilih tanah liat persawahan yang bersih dari batu dan sedikit mengandung air.
Cara membuatnya cukup sederhana. Tanah liat dipadatkan terlebih dahulu, kemudian disimpan beberapa hari. Selanjutnya, gumpalan tanah liat dikikis menggunakan sebatang bambu tajam hingga menghasilkan gulungan-gulungan tipis menyerupai astor.
Setelah dirasa cukup, gulungan tanah liat ini dipanggang menggunakan cawan di atas tungku. Proses pemanggangan ini membutuhkan skill dan ketelatenan. Sebab, tungku tidak boleh mengeluarkan api, dan hanya dibutuhkan asap panasnya saja.
Pemanggangan berlangsung sekitar lima belas sampai dua puluh menit hingga gulungan tanah liat dirasa kering. Selanjutnya camilan tanah liat ini bisa ditiriskan.
Ampo dijual di pasar tradisional. Namun tak jarang warga yang datang langsung ek rumah meminta untuk dibuatkan. Harga dari mbah rasimah cukup murah hanya rp10.000 per kilogram.
Ampo merupakan camilan turun-temurun sejak jaman nenek moyang. Mbah rasimah merupakan generasi kelima yang menerima resep ini dari pendahulunya.
Meski terkesan tak lazim, namun tanah liat panggang ini masih banyak diburu orang. Biasanya digunakan untuk jamu penghilang demam dan nyeri tulang. Bahkan tak jarang para wanita hamil ngidam minta makan ampo.
Sebagai warisan budaya, ampo terancam punah. Mbah rasimah merupakan satu-satunya pembuat ampo di wilayah kabupaten tuban. Resep diperoleh turun-temurun dari orang tua. Namun kini cara membuat ampo telah diajarkan kepada sang anak perempuan.
Bukan untuk main-main, tanah sedikit berair ini diolah mbah rasimah menjadi camilan yang disebut ampo. Namun tidak sembarang tanah liat dapat digunakan bahan baku membuat ampo. Mbah rasimah biasanya emmilih tanah liat persawahan yang bersih dari batu dan sedikit mengandung air.
Cara membuatnya cukup sederhana. Tanah liat dipadatkan terlebih dahulu, kemudian disimpan beberapa hari. Selanjutnya, gumpalan tanah liat dikikis menggunakan sebatang bambu tajam hingga menghasilkan gulungan-gulungan tipis menyerupai astor.
Setelah dirasa cukup, gulungan tanah liat ini dipanggang menggunakan cawan di atas tungku. Proses pemanggangan ini membutuhkan skill dan ketelatenan. Sebab, tungku tidak boleh mengeluarkan api, dan hanya dibutuhkan asap panasnya saja.
Pemanggangan berlangsung sekitar lima belas sampai dua puluh menit hingga gulungan tanah liat dirasa kering. Selanjutnya camilan tanah liat ini bisa ditiriskan.
Ampo dijual di pasar tradisional. Namun tak jarang warga yang datang langsung ek rumah meminta untuk dibuatkan. Harga dari mbah rasimah cukup murah hanya rp10.000 per kilogram.
Ampo merupakan camilan turun-temurun sejak jaman nenek moyang. Mbah rasimah merupakan generasi kelima yang menerima resep ini dari pendahulunya.
Meski terkesan tak lazim, namun tanah liat panggang ini masih banyak diburu orang. Biasanya digunakan untuk jamu penghilang demam dan nyeri tulang. Bahkan tak jarang para wanita hamil ngidam minta makan ampo.
Sebagai warisan budaya, ampo terancam punah. Mbah rasimah merupakan satu-satunya pembuat ampo di wilayah kabupaten tuban. Resep diperoleh turun-temurun dari orang tua. Namun kini cara membuat ampo telah diajarkan kepada sang anak perempuan.