TUBAN - Setiap daerah memiliki jajanan khas, yang biasanya dihidangkan untuk menu buka puasa di bulan suci ramadan, sebagai menu pembuka berbuka. Begitu pula masyarakat di desa kesamben, kecamatan plumpang, kabupaten tuban, yang juga memiliki jajanan tradisional, yang dihidangkan di meja makan, untuk menu berbuka mereka.
Ya, jajanan ini adalah dumbek. Dumbek merupakan jajanan tradisional berbentuk mirip terompet kecil, yang terbuat dari gulungan daun siwalan. Sementara bagian dalamnya yang dimakan merupakan campuran adonan tepung beras, santan kelapa, dan gula merah. Beberapa penjual terkadang juga mencampurkan susu, agar terasa lebih gurih.
Memasuki bulan suci ramadan seperti ini, keberadaan dumbek sangat dicari. Dumbek kerap dijadikan menu takjil yang harus selalu ada di meja makan, sebagai menu pembuka berbuka puasa karena rasanya yang manis.
Jumlah produsen dumbek di kabupaten tuban tidak banyak. Mereka masih mempertahankan resep dan cara tradisional untuk memasak dumbek. Sehingga banyaknya pesanan yang datang selama bulan ramadan hingga menjelang lebaran idul fitri nanti.
Haji sahenan ini misalnya, mendapatkan berkah ramadan, sejak adanya pandemi covid-19 usahanya sedikit lesu. Biasanya sehari dapat memproduksi pesanan dumbek hingga lima ribu perhari, kini hanya ada pemesan maksimal seribu hingga dua ribu biji saja.
Karena biasanya, pemesanan pada akhir ramadhan atau menjelang hari raya idul fitri biasa tak hanya warga sekitar, pesanan juga banyak datang dari luar jawa. Bahkan pesanan juga kerap datang dari warga yang bekerja di luar negeri. Namun, dengan adanya larangan mudik ini, tentu berdampak sekali dengan produksi dumbek.
Dumbek dijual cukup murah antara rp1.000 sampai rp2.000, tergantung campuran adonan yang diminta. Meski tanpa bahan pengawet, dumbek mampu bertahan sampai tiga hari. Namun jika disimpan dalam lemari pendingin, jajanan basah ini mampu bertahan hingga satu minggu.
Ya, jajanan ini adalah dumbek. Dumbek merupakan jajanan tradisional berbentuk mirip terompet kecil, yang terbuat dari gulungan daun siwalan. Sementara bagian dalamnya yang dimakan merupakan campuran adonan tepung beras, santan kelapa, dan gula merah. Beberapa penjual terkadang juga mencampurkan susu, agar terasa lebih gurih.
Memasuki bulan suci ramadan seperti ini, keberadaan dumbek sangat dicari. Dumbek kerap dijadikan menu takjil yang harus selalu ada di meja makan, sebagai menu pembuka berbuka puasa karena rasanya yang manis.
Jumlah produsen dumbek di kabupaten tuban tidak banyak. Mereka masih mempertahankan resep dan cara tradisional untuk memasak dumbek. Sehingga banyaknya pesanan yang datang selama bulan ramadan hingga menjelang lebaran idul fitri nanti.
Haji sahenan ini misalnya, mendapatkan berkah ramadan, sejak adanya pandemi covid-19 usahanya sedikit lesu. Biasanya sehari dapat memproduksi pesanan dumbek hingga lima ribu perhari, kini hanya ada pemesan maksimal seribu hingga dua ribu biji saja.
Karena biasanya, pemesanan pada akhir ramadhan atau menjelang hari raya idul fitri biasa tak hanya warga sekitar, pesanan juga banyak datang dari luar jawa. Bahkan pesanan juga kerap datang dari warga yang bekerja di luar negeri. Namun, dengan adanya larangan mudik ini, tentu berdampak sekali dengan produksi dumbek.
Dumbek dijual cukup murah antara rp1.000 sampai rp2.000, tergantung campuran adonan yang diminta. Meski tanpa bahan pengawet, dumbek mampu bertahan sampai tiga hari. Namun jika disimpan dalam lemari pendingin, jajanan basah ini mampu bertahan hingga satu minggu.