NGAWI - Seperti inilah kondisi tempat pembuangan akhir (TPA) selopuro yang berada di desa selopuro, kecamatan pitu, ngawi. Pemkab sudah tidak menggunakan zona aktif untuk penampungan sampah karena sudah dalam kondisi penuh. Zona aktif yang mulai digunakan sejak tahun 2014 lalu di luas lahan sekitar 0,98 hektar tersebut sudah tidak mampu lagi menampung sampah.
Ketinggian di zona aktif ini juga telah melebihi batas yang telah ditentukan. Jika idealnya ketinggian tumpukan sampah hanya sekitar 10 meter, kini telah mencapai 12 meter. Pemkab sendiri sebenarnya telah melakukan pengadaan lahan seluas 2,5 hektar untuk perluasan TPA selopuro.
Termasuk juga telah membuat detail engineering design (ded), pembuatan akses jalan, upaya pengelolaan lingkungan hidup (ukl), upaya pemantauan lingkungan hidup (upl), analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) serta sejumlah pemenuhan sarana yang dilakukan jika nantinya mendapat anggaran dari pemerintah pusat.
Kepala bidang pengolahan sampah dan limbah b3 dinas lingkungan hidup ngawi, dwi rahayu puspita ningrum menjelaskan, berdasar informasi dari pemerintah pusat untuk anggaran bantuan dari pemerintah pusat dalam pengembangan TPA selopuro terdampak refocusing penanganan pandemi covid-19. Pihaknya juga tidak dapat berbuat banyak terkait batalnya suport anggaran tersebut. Saat ini upaya yang dilakukan yakni dengan membuat open dumping dengan memanfaatkan lahan yang ada disekitar yang dimungkinkan hanya mampu bertahan hingga 1,5 tahun kedepan.
Seperti diketahui, volume sampah yang masuk di TPA selopuro ngawi mencapai 40 ton dalam sehari. Sampah tersebut berasal dari 7 wilayah kecamatan sekitar dengan paling banyak dari sampah masyarakat. Jika melihat kondisi TPA selopuro yang sudah mengkhawatirkan ini maka perlu peran masyarakat untuk mengurangi sampah dengan melakukan pemilahan sebelum dibuang ke TPA.