NGAWI - Nasib memilukan dialami eko saputra, seorang bocah berusia 10 tahun di kabupaten ngawi. Setiap hari, ia hanya bisa tergolek dilantai tanah, dengan kaki terikat ditiang rumah yang ada di desa kandangan, kecamatan, kabupaten ngawi.
Sudah 4 tahun terakhir, bocah malang yang mengalami lumpuh kaki sejak kecil itu diikat dilantai oleh orang tuannya. Setiap hari dia hanya beraktifitas dilantai rumah berlantai tanah ini, bercampur dengan kotoran air kecil.
Eko saputra adalah anak pertama ernawati (32) tahun, yang sudah menikah lagi, dan tinggal dirumah suami barunya didesa watualang, kecamatan, kabupaten ngawi. Menurut ernawati yang saat itu datang menjenguk anaknya, kondisi kaki putranya terpaksa diikat menggunakan tali agar tidak bisa keluar rumah, hingga membahayakan dirinya sendiri.
Putranya mengalami lumpuh kaki sejak lahir, awalnya panas, lalu kejang-kejang. Bahkan kalau tidak diikat dengan bergulung-gulung eko bisa sampai keluar rumah. Ia hanya bisa berharap bantuan dari pemerintah untuk pengobatan putranya, termasuk kursi roda, agar anaknya bisa ditinggal bekerja.
Setiap hari eko dirawat oleh kakek dan neneknya, dibantu bibinya, adik ernawati. Dia mempunyai keinginan layaknya bocah normal seusianya. Hanya saja karena himpitan ekonomi, membuat bocah itu harus diikat kakinya dilantai tanah rumah milik kakeknya tersebut.
Sudah 4 tahun terakhir, bocah malang yang mengalami lumpuh kaki sejak kecil itu diikat dilantai oleh orang tuannya. Setiap hari dia hanya beraktifitas dilantai rumah berlantai tanah ini, bercampur dengan kotoran air kecil.
Eko saputra adalah anak pertama ernawati (32) tahun, yang sudah menikah lagi, dan tinggal dirumah suami barunya didesa watualang, kecamatan, kabupaten ngawi. Menurut ernawati yang saat itu datang menjenguk anaknya, kondisi kaki putranya terpaksa diikat menggunakan tali agar tidak bisa keluar rumah, hingga membahayakan dirinya sendiri.
Putranya mengalami lumpuh kaki sejak lahir, awalnya panas, lalu kejang-kejang. Bahkan kalau tidak diikat dengan bergulung-gulung eko bisa sampai keluar rumah. Ia hanya bisa berharap bantuan dari pemerintah untuk pengobatan putranya, termasuk kursi roda, agar anaknya bisa ditinggal bekerja.
Setiap hari eko dirawat oleh kakek dan neneknya, dibantu bibinya, adik ernawati. Dia mempunyai keinginan layaknya bocah normal seusianya. Hanya saja karena himpitan ekonomi, membuat bocah itu harus diikat kakinya dilantai tanah rumah milik kakeknya tersebut.