TUBAN – Jurnalis yang tergabung dalam Ronggolawe Press Solidarity (RPS) menggelar cangkrukan jurnalistik di Kantor Balai Wartawan Tuban, pada Rabu (31/08/2022). Ada tiga hal yang menjadi bahan diskusi, diantaranya UU ITE, UU Pers Nomor 40 tahun 1999, dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Kegiatan ini sengaja dikemas dalam bentuk cangkrukan, agar pesan yang didiskusikan bisa sampai dan diterima dengan baik oleh para peserta. Sedangkan refleksi kemerdekaan pers menjadi tema cangkrukan ini, karena di Tuban terus bermunculan oknum yang mengaku wartawan, sehingga kompetensi wartawan penting untuk terus ditingkatkan.
“Selain merefleksi kemerdekaan pers, kami juga ingin wawasan jurnalis Tuban berkembang seiring dengan perkembangan ilmu jurnalistik,” jelas Ketua RPS Tuban, Khoirul Huda.
GM bloktuban.com Edy Purnomo, mengawali cangkrukan dengan membahas UU ITE. Dimana UU tersebut pertama kali diundangkan pada 21 April 2008. Tujuan dari UU ITE untuk mengatur Ecomerce (nama domain, tandatangan elektronik, jual beli, dsb), dan tindak pidana teknologi informasi (konten ilegal, sara, dsb).
“Yang sering menjerat jurnalis atau wartawan adalah soal konten,” ujarnya.
Trainer Cek Fakta itu juga menyinggung, kenapa UU UTE mengancam kebebasan pers. Berdasarkan catatan safenet, dalam waktu rentang 2017-2021 ada 24 jurnalis yang dilaporkan karena UU ITE. Terbanyak di tahun 2018 ada 7 kasus dan 2019 ada 8 kasus.
“Meski begitu, para jurnalis harus tetap berhati-hati dalam menjalankan tugas. Terutama jurnalis media online, yang sangat mengandalkan dunia maya untuk proses penyebaran informasi,” jelasnya.
Dalam menyajikan produk jurnalistik, disambung Sriwiyono yang membahas UU Pers 40/1999, dalam BAB 1 pada butir 10 bahwa jurnalis dan wartawan memiliki hak tolak menyebutkan nama dan identitas sumber berita.
“Namun, ini harus dilihat situasi dan kondisi serta urgensi atau kepentingannya apa. Sebelum menulis berita, harus kuat di data, ada perjanjian dengan narasumber, dan wajib ada konfirmasi,” jelas Sriwiyono yang juga Pimred blokTuban.com.
Butir 11 tentang hak jawab juga urgen dipahami oleh jurnalis. Di mana hak seseorang memberi tanggahan atau sanggahan terhadap pembertaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Lalu, butir 12 soal hak koreksi di mana hak seseorang mengoreksi dan membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan.
“Bab II Pasal 5 juga wajib menulis dugaan atau diduga dalam kasus korupsi atau pencabulan. Sebab, yang dapat memutuskan benar salah sebuah kasus adalah hakim di pengadilan,” imbuhnya.
Diskusi terakhir membahas etika profesi dan jurnalisme yang disampaikan Teguh Budi Utomo. Selain etika, seorang jurnalis harus memperhatikan beberapa prinsip seperti prinsip tanggungjawab, keadilan, ekonomi, dan integritas moral.
“Tujuan etika profesi agar bertindak profesional, menjaga kesejahteraan keluarga, memiliki sistem kinerja tertib, dan meningkatkan produktifitas,” jelas Pimpinan Redaksi Suarabanyuurp.com itu.
Jurnalis yang tinggal di Tuban itu, meminta setiap jurnalis sebelum menjalankan profesinya untuk mambaca dan memahami 11 kode etik jurnalistik. Dengan begitu, refleksi kemerdekaan pers dalam acara cangkrukan jurnalistik kali ini bermanfaat untuk semuanya.
Sekedar diketahui, cangkrukan jurnalistik ini digelar Ronggolawe Press Solidarity (RPS) dengan dukungan PT Semen Indonesia (persero) Tbk (SIG) Ghopo Tuban. Kegiatan ini, dihadiri Ketua RPS Tuban, Khoirul Huda, Setiawan Prasetyo, Senior Manager Of Corporate Communication SIG Ghopo Tuban, Kepala Dinas Kominfo, Statistika, dan Persandian Tuban, Arif Handoyo, serta puluhan jurnalis dari anggota RPS, PWI, radio, serta bagian humas dan media dari media center Pemkab dan DPRD Tuban. (rok)