TUBAN - Tingginya curah hujan pada musim kemarau tahun ini, membuat produksi legen di Kabupaten Tuban turun drastis. Kondisi ini salah satunya seperti yang dirasakan Jais, 55 tahun, petani legen di Desa Kasiman, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, pada Selasa (06/09/2022).
Menurut Jais, jika tahun-tahun sebelumnya pada musim kemarau selalu dinantikan para petani legen untuk memaksimalkan produksi legen. Namun, fenomena kemarau basah yang terjadi tahun ini, membuat para petani mengeluh, lantaran membuat produksi legen menurun drastis hingga 50 persen.
“Tahun ini ibaratnya nggak ada kemarau, karena masih terus hujan. Padahal musim kemarau sangat kami nantikan, karena kemarau puncaknya atau panennya legen,” jelasnya.
Jais menambahkan, jika pada musim kemarau tahun-tahun sebelumnya, dalam sehari para petani bisa memproduksi legen antara 50 hingga 60 liter hasil dari sadapan getah 9 pohon siwalan. Pada tahun ini, mereka hanya menghasilkan antara 25 hingga 30 liter legen saja.
“Produksi legen turun antara 45 hingga 50 persen mas,” ungkapnya.
Kondisi ini dipicu oleh tingginya curah hujan pada musim kemarau tahun ini. Hal ini membuat tanah menjadi basah, sehingga produksi legen tidak bisa maksimal. Turunnya produksi legen, membuat penghasil para petani juga ikut menurun.
“Kejadian seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Mau gimana lagi mas, karena ini faktor alam, ya hanya bisa pasrah,” ujarnya.
Selain membuat hasil produksi air legen menurun, tingginya curah hujan juga membuat rasa legen yang dihasilkan sedikit hambar dan tak terlalu manis.
Sekedar diketahui, legen merupakan minuman tradisional khas Tuban. Air legen dihasilkan dari tunas pohon siwalan. Rasanya yang khas dan tanpa pengawet, membuat minuman ini banyak digemari warga. (dzi/rok)
Menurut Jais, jika tahun-tahun sebelumnya pada musim kemarau selalu dinantikan para petani legen untuk memaksimalkan produksi legen. Namun, fenomena kemarau basah yang terjadi tahun ini, membuat para petani mengeluh, lantaran membuat produksi legen menurun drastis hingga 50 persen.
“Tahun ini ibaratnya nggak ada kemarau, karena masih terus hujan. Padahal musim kemarau sangat kami nantikan, karena kemarau puncaknya atau panennya legen,” jelasnya.
Jais menambahkan, jika pada musim kemarau tahun-tahun sebelumnya, dalam sehari para petani bisa memproduksi legen antara 50 hingga 60 liter hasil dari sadapan getah 9 pohon siwalan. Pada tahun ini, mereka hanya menghasilkan antara 25 hingga 30 liter legen saja.
“Produksi legen turun antara 45 hingga 50 persen mas,” ungkapnya.
Kondisi ini dipicu oleh tingginya curah hujan pada musim kemarau tahun ini. Hal ini membuat tanah menjadi basah, sehingga produksi legen tidak bisa maksimal. Turunnya produksi legen, membuat penghasil para petani juga ikut menurun.
“Kejadian seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Mau gimana lagi mas, karena ini faktor alam, ya hanya bisa pasrah,” ujarnya.
Selain membuat hasil produksi air legen menurun, tingginya curah hujan juga membuat rasa legen yang dihasilkan sedikit hambar dan tak terlalu manis.
Sekedar diketahui, legen merupakan minuman tradisional khas Tuban. Air legen dihasilkan dari tunas pohon siwalan. Rasanya yang khas dan tanpa pengawet, membuat minuman ini banyak digemari warga. (dzi/rok)