TUBAN - Kabupaten Tuban terkenal dengan hasil laut yang melimpah. Melihat ini, Sri Kayatin, Warga Desa Dawung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban terinspirasi sebuah peluang usaha. Yakni membuka usaha inovasi beraneka camilan berbahan hasil laut. Salah satunya adalah kerupuk rambak cumi-cumi atau biasa disebut squid.
Jika umumnya krupuk rambak dibuat dari kulit sapi atau kulit kerbau. Sementara, krupuk rambak squid ini sesuai namanya dibuat dari bagian tubuh cumi-cumi yaitu kulitnya. Meski demikian, rasa rambak squid tak kalah lezat dengan pendahulunya rambak kulit sapi atau kerbau.
Menurut para pembeli, krupuk rambak cumi-cumi ini dianggap lebih gurih dibanding krupuk kulit sapi atau kerbau. Meski aroma seafoodnya masih kuat terasa, namun krupuk ini tidak amis. Selain itu rambak cumi ini memiliki tekstur lembut, sehingga tidak nyereti atau nyangkut di tenggorokan seperti krupuk rambak kulit sapi.
“Ini rasanya gurih dan rasa bawangnya terasa serta cuminya enak gak bau amis. Kalau rambak sapi kering terus nyeretin,” jelas Adam, salah satu pelanggan krupuk rambak cumi kepada JTV.
Pembuatan krupuk rambak cumi ini, terinspirasi dari keberadaan pabrik pengolahan cumi-cumi di desa tetangga. Pabrik hanya mengambil daging cumi-cumi, sementara kulitnya dibuang menjadi limbah. Berbekal kemampuan memasak, sri kayatin mencoba mengolahnya menjadi camilan.
“Awalnya saya ada inspirasi karena saya tinggal didekat orang-orang yang bekerja di pabrik cumi. Jadi itu dari kulit cumi yang diambil badanya, untuk dimasukan rumah makan. dan untuk kulitnya dibuang semua, sehingga saya manfaatkan untuk krupuk ini,” kata Sri Kayatin saat ditemui JTV di rumah produksinya pada Rabu (21/09/2022).
Proses pengolahan krupuk cumi tidak terlalu rumit. Kulit cumi-cumi yang terkumpul diberi bumbu racikan. Setelah bumbu meresap, kulit cumi dikeringkan di bawah terik sinar matahari. Selanjutnya, kulit cumi kering digoreng menggunakan minyak panas, hingga mengembang dan teksturnya renyah.
“Cumi kering terus saya kasih bumbu dan saya keringkan lagi. Lalu prosesnya digoreng sampai mengembang, tapi jangan sampai gosong,” imbuh wanita 50 tahun ini.
Sejak dipasarkan, permintaan rambak cumi terus meningkat. Namun minimnya tenaga serta bahan kulit cumi, membuat Sri Kayatin harus membatasi pesanan 50 bungkus per minggu. Harga yang dipatok adalah Rp17.000 untuk kemasan premium, dan Rp15.000 untuk kemasan biasa.
“Jualnya masih lokalan mas, karena kalo luar kota bahanya gak mencukupi. Jadi ditunda dulu untuk luar kota, satu minggu saya hanya kirim 50 bungkus ke market-market,” ungkapnya.
Selain krupuk rambak cumi, Sri Kayatin juga memproduksi berbagai macam camilan lain. Diantaranya rengginang cumi-cumi, rempeyek cumi-cumi, krupuk cumi-cumi, serta aneka camilan berbahan hasil laut. Produk sri kayatin tersebut bisa ditemui di swalayan, pusat oleh-oleh, dan perhotelan Kabupaten Tuban. (dzi/rok)
Jika umumnya krupuk rambak dibuat dari kulit sapi atau kulit kerbau. Sementara, krupuk rambak squid ini sesuai namanya dibuat dari bagian tubuh cumi-cumi yaitu kulitnya. Meski demikian, rasa rambak squid tak kalah lezat dengan pendahulunya rambak kulit sapi atau kerbau.
Menurut para pembeli, krupuk rambak cumi-cumi ini dianggap lebih gurih dibanding krupuk kulit sapi atau kerbau. Meski aroma seafoodnya masih kuat terasa, namun krupuk ini tidak amis. Selain itu rambak cumi ini memiliki tekstur lembut, sehingga tidak nyereti atau nyangkut di tenggorokan seperti krupuk rambak kulit sapi.
“Ini rasanya gurih dan rasa bawangnya terasa serta cuminya enak gak bau amis. Kalau rambak sapi kering terus nyeretin,” jelas Adam, salah satu pelanggan krupuk rambak cumi kepada JTV.
Pembuatan krupuk rambak cumi ini, terinspirasi dari keberadaan pabrik pengolahan cumi-cumi di desa tetangga. Pabrik hanya mengambil daging cumi-cumi, sementara kulitnya dibuang menjadi limbah. Berbekal kemampuan memasak, sri kayatin mencoba mengolahnya menjadi camilan.
“Awalnya saya ada inspirasi karena saya tinggal didekat orang-orang yang bekerja di pabrik cumi. Jadi itu dari kulit cumi yang diambil badanya, untuk dimasukan rumah makan. dan untuk kulitnya dibuang semua, sehingga saya manfaatkan untuk krupuk ini,” kata Sri Kayatin saat ditemui JTV di rumah produksinya pada Rabu (21/09/2022).
Proses pengolahan krupuk cumi tidak terlalu rumit. Kulit cumi-cumi yang terkumpul diberi bumbu racikan. Setelah bumbu meresap, kulit cumi dikeringkan di bawah terik sinar matahari. Selanjutnya, kulit cumi kering digoreng menggunakan minyak panas, hingga mengembang dan teksturnya renyah.
“Cumi kering terus saya kasih bumbu dan saya keringkan lagi. Lalu prosesnya digoreng sampai mengembang, tapi jangan sampai gosong,” imbuh wanita 50 tahun ini.
Sejak dipasarkan, permintaan rambak cumi terus meningkat. Namun minimnya tenaga serta bahan kulit cumi, membuat Sri Kayatin harus membatasi pesanan 50 bungkus per minggu. Harga yang dipatok adalah Rp17.000 untuk kemasan premium, dan Rp15.000 untuk kemasan biasa.
“Jualnya masih lokalan mas, karena kalo luar kota bahanya gak mencukupi. Jadi ditunda dulu untuk luar kota, satu minggu saya hanya kirim 50 bungkus ke market-market,” ungkapnya.
Selain krupuk rambak cumi, Sri Kayatin juga memproduksi berbagai macam camilan lain. Diantaranya rengginang cumi-cumi, rempeyek cumi-cumi, krupuk cumi-cumi, serta aneka camilan berbahan hasil laut. Produk sri kayatin tersebut bisa ditemui di swalayan, pusat oleh-oleh, dan perhotelan Kabupaten Tuban. (dzi/rok)
Ikuti berita terkini JTV Bojonegoro di Google News