NGAWI - Kampung kerbau di Dusun Bulak Pepe, Desa Banyu Biru, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, masih eksis. Tradisi memelihara kerbau turun menurun itu masih dilestarikan masyarakat setempat.
Pantauan JTV di dusun setempat, setiap hari masyarakat setempat tetap melestarikan tradisi “angon” atau mengembala kerbau secara bersama. Ratusan ekor kerbau secara bersamaan setiap pagi dan sore hari dibawa ke sungai dan tanah lapang.
Salah satunya yakni Subandi (45) tahun, kebiasaan memelihara kerbau dari orang tuanya tersebut masih terus dilanjutkan walaupun banyak masyarakat yang mulai meninggalkan untuk ternak kerbau. Meski sekarang jaman sudah maju, tradisi memelihara kerbau di dusun tersebut masih sangat kental, karena tidak sedikit warga yang berinvestasi dan menabungnya dengan memelihara kerbau.
Subandi mengatakan, proses ternak di kerbau masih sangat tradisional, yakni dengan cara di gembala. Biasa dirinya dalam satu hari mengembala kerbau dua kali. Yakni pada pagi sekitar pukul 05.00 sampai 09.00. Lalu sore hari pada pukul 14.00 sampai dengan 16.00.
“Jika ada yang tidak sempat menggembala, maka ada warga lain atau orang khusus yang menawarkan jasa gembala,” terangnya kepada JTV.
Diakuinya, masyarakat memilih ternak kerbau, karena bentang alam yang cukup memadai. Dusun Bulak Pepe yang terletak di tengah hutan dan ladang membuat masyarakat tidak kesusahan dalam mencari sumber pakan.
“Selain itu juga dilintasi sungai besar yang menjadi sumber minum dan tempat berendam karena kerbau sangat suka dengan air,” ungkap Subandi.
Subandi menambahkan, dari total 475 kk di Dusun Bulak Pepe, ada sekitar 600 ekor kerbau. Sebab banyak masyarakat yang berprofesi petani banyak menggantungkan hidupnya dari ternak kerbau.
“Tradisi mengembala dan ternak kerbau ini membuat masyarakat luar lebih banyak tahu dan menjuluki kampung kerbau, karena saat ini masih eksis memelihara kerbau,” pungkasnya. (ito/rok)
Pantauan JTV di dusun setempat, setiap hari masyarakat setempat tetap melestarikan tradisi “angon” atau mengembala kerbau secara bersama. Ratusan ekor kerbau secara bersamaan setiap pagi dan sore hari dibawa ke sungai dan tanah lapang.
Salah satunya yakni Subandi (45) tahun, kebiasaan memelihara kerbau dari orang tuanya tersebut masih terus dilanjutkan walaupun banyak masyarakat yang mulai meninggalkan untuk ternak kerbau. Meski sekarang jaman sudah maju, tradisi memelihara kerbau di dusun tersebut masih sangat kental, karena tidak sedikit warga yang berinvestasi dan menabungnya dengan memelihara kerbau.
Subandi mengatakan, proses ternak di kerbau masih sangat tradisional, yakni dengan cara di gembala. Biasa dirinya dalam satu hari mengembala kerbau dua kali. Yakni pada pagi sekitar pukul 05.00 sampai 09.00. Lalu sore hari pada pukul 14.00 sampai dengan 16.00.
“Jika ada yang tidak sempat menggembala, maka ada warga lain atau orang khusus yang menawarkan jasa gembala,” terangnya kepada JTV.
Diakuinya, masyarakat memilih ternak kerbau, karena bentang alam yang cukup memadai. Dusun Bulak Pepe yang terletak di tengah hutan dan ladang membuat masyarakat tidak kesusahan dalam mencari sumber pakan.
“Selain itu juga dilintasi sungai besar yang menjadi sumber minum dan tempat berendam karena kerbau sangat suka dengan air,” ungkap Subandi.
Subandi menambahkan, dari total 475 kk di Dusun Bulak Pepe, ada sekitar 600 ekor kerbau. Sebab banyak masyarakat yang berprofesi petani banyak menggantungkan hidupnya dari ternak kerbau.
“Tradisi mengembala dan ternak kerbau ini membuat masyarakat luar lebih banyak tahu dan menjuluki kampung kerbau, karena saat ini masih eksis memelihara kerbau,” pungkasnya. (ito/rok)