JOMBANG - Puluhan orang di Kabupaten Jombang, bergantung hidup dari usaha budidaya kecambah ale. Budidaya yang sudah turun temurun tersebut menjadi sumber penghidupan hingga mendatangkan cuan jutaan rupiah setiap harinya.
Puluhan warga pembudidaya kecambah ale tersebut tinggal di Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Salah satunya adalah Kiswadi, pria berusia 58 tersebut menggeluti usaha turun temurun hingga tiga generasi bersama keluarganya.
Proses produksi cambah ale ini sangatlah mudah, biji pohon klampis yang didatangkan dari luar jawa ini dipilah dengan cara di rendam air. Untuk biji yang tenggelam langsung dipilih dan dipisah dengan biji yang mengambang.
Biji yang tenggelam kemudian ditaruh dalam drum untuk proses semai. Biji pohon jenis polong polongan ini kemudian ditutup selama tujuh hari. Setiap hari sekali disiram dengan air untuk menjaga kelembaban. Setiap hari produsen ini bisa panen secara teratur untuk melayani permintaan.
Kiswadi menyebut kecambah ale ini bermanfaat sebagai bumbu penyedap sayur lodeh hingga sambal. Kecambah ini bisa dipanen setelah tujuh hari direndam dalam drum yang digunakan produksi.
Usai dipanen kecambah ini langsung dipisah dari tumpi dan dikemas dalam kresek jumbo setiap 10 kilogram. Untuk satu kilogramnya tauge jombo ini dijual dengan harga 12 ribu. Keluarga Kiswadi bisa menghasilkan 1 ton setiap harinya.
“Sehari keluarga saya bisa menghasilkan satu ton kecambah ale. Ini usaha turun-temurun sudah 3 generasi,” ungkap Kiswadi kepada JTV, Kamis (01/12/2022).
Untuk pasar, Kiswadi menyebut masih sangat terbuka lebar, terutama untuk pasar Ibu Kota. Saat ini, produksi kecambah di desanya masih menyasar pasar di Jawa Timur.
“Saya harap ada campur tangan Pemerintah untuk bisa mengembangkan usaha rumahan hingga Ibu Kota Jakarta. Apalagi, di sekitar lokasi sini masih ada puluhan produsen cambah ale yang setiap hari panen dan rutin melayani permintaan pasar,” tutupnya (ful/rok)
Puluhan warga pembudidaya kecambah ale tersebut tinggal di Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Salah satunya adalah Kiswadi, pria berusia 58 tersebut menggeluti usaha turun temurun hingga tiga generasi bersama keluarganya.
Proses produksi cambah ale ini sangatlah mudah, biji pohon klampis yang didatangkan dari luar jawa ini dipilah dengan cara di rendam air. Untuk biji yang tenggelam langsung dipilih dan dipisah dengan biji yang mengambang.
Biji yang tenggelam kemudian ditaruh dalam drum untuk proses semai. Biji pohon jenis polong polongan ini kemudian ditutup selama tujuh hari. Setiap hari sekali disiram dengan air untuk menjaga kelembaban. Setiap hari produsen ini bisa panen secara teratur untuk melayani permintaan.
Kiswadi menyebut kecambah ale ini bermanfaat sebagai bumbu penyedap sayur lodeh hingga sambal. Kecambah ini bisa dipanen setelah tujuh hari direndam dalam drum yang digunakan produksi.
Usai dipanen kecambah ini langsung dipisah dari tumpi dan dikemas dalam kresek jumbo setiap 10 kilogram. Untuk satu kilogramnya tauge jombo ini dijual dengan harga 12 ribu. Keluarga Kiswadi bisa menghasilkan 1 ton setiap harinya.
“Sehari keluarga saya bisa menghasilkan satu ton kecambah ale. Ini usaha turun-temurun sudah 3 generasi,” ungkap Kiswadi kepada JTV, Kamis (01/12/2022).
Untuk pasar, Kiswadi menyebut masih sangat terbuka lebar, terutama untuk pasar Ibu Kota. Saat ini, produksi kecambah di desanya masih menyasar pasar di Jawa Timur.
“Saya harap ada campur tangan Pemerintah untuk bisa mengembangkan usaha rumahan hingga Ibu Kota Jakarta. Apalagi, di sekitar lokasi sini masih ada puluhan produsen cambah ale yang setiap hari panen dan rutin melayani permintaan pasar,” tutupnya (ful/rok)