BOJONEGORO - Sepanjang tahun 2022, sebanyak 39 Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Bojonegoro mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama setempat. Hal tersebut disampaikan Ketua Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Sholikin Jamik, saat ditemui JTV di Kantornya senin (16/01/2023).
Menurutnya, sepanjang tahun 2022, ada sebanyak 39 ASN yang mengajukan cerai di Pengadilan Agama Bojonegoro. Rinciannya, 3 ASN sudah mendapat surat izin, 9 tidak ada izin, 7 menggunakan surat persetujuan pejabat, 4 perkara dicabut serta 21 ASN tidak ada persetujuan pejabat.
“Dari sebanyak 39 perceraian ASN yang mengajukan cerai, 15 diantaranya merupakan kasus perceraian talak, dan 24 kasus lainnya cerai gugat. Untuk kasus cerai gugat, sebagian besar dilakukan oleh istri ASN atau TNI-Polri,” ungkapnya.
Penyebab cerai gugat tersebut bermacam-macam. Pertama berangkat dari persoalan moral, yaitu terjadi perselingkuhan. Kedua, tidak puas dengan hubungan intim sehingga meminta poligami, namun tidak mendapat persetujuan sehingga terjadi pertengkaran.
“Bila ASN pengajukan perceraian tanpa membawa surat izin dari atasan, maka pada sidang pertama majelis hakim menunda selama 6 bulan untuk memberi kesempatan para pihak mengurus izin kepada atasannya.” jelasnya.
“Namun, bila tetap tidak mendapat izin dari atasan, maka ditawarkan perkaranya dapat dicabut atau diteruskan. Bila diteruskan, maka harus membuat surat pernyataan bermaterai siap menanggung risiko akibat dari perceraian,” paparnya. (edo/rok)
Menurutnya, sepanjang tahun 2022, ada sebanyak 39 ASN yang mengajukan cerai di Pengadilan Agama Bojonegoro. Rinciannya, 3 ASN sudah mendapat surat izin, 9 tidak ada izin, 7 menggunakan surat persetujuan pejabat, 4 perkara dicabut serta 21 ASN tidak ada persetujuan pejabat.
“Dari sebanyak 39 perceraian ASN yang mengajukan cerai, 15 diantaranya merupakan kasus perceraian talak, dan 24 kasus lainnya cerai gugat. Untuk kasus cerai gugat, sebagian besar dilakukan oleh istri ASN atau TNI-Polri,” ungkapnya.
Penyebab cerai gugat tersebut bermacam-macam. Pertama berangkat dari persoalan moral, yaitu terjadi perselingkuhan. Kedua, tidak puas dengan hubungan intim sehingga meminta poligami, namun tidak mendapat persetujuan sehingga terjadi pertengkaran.
“Bila ASN pengajukan perceraian tanpa membawa surat izin dari atasan, maka pada sidang pertama majelis hakim menunda selama 6 bulan untuk memberi kesempatan para pihak mengurus izin kepada atasannya.” jelasnya.
“Namun, bila tetap tidak mendapat izin dari atasan, maka ditawarkan perkaranya dapat dicabut atau diteruskan. Bila diteruskan, maka harus membuat surat pernyataan bermaterai siap menanggung risiko akibat dari perceraian,” paparnya. (edo/rok)