LAMONGAN - Edy Santoso,warga Lingkungan Geneng Indah, Kelurahan Brondong, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, mendatangi kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Lamongan. Pria 45 tahun tersebut, datang untuk mengadu terkait foto dirinya merokok sambil menggendong anaknya yang dipajang di hampir seluruh merk rokok.
Edy Santoso yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan menceritakan. Pencatutan foto tanpa ijin tersebut bermula pada tahun 2001. Saat itu, ia bersama dengan anaknya bernama Edy Firlana yang masih berusia 9 bulan, jalan-jalan ke warung kismawati tak jauh dari rumahnya.
“Itu foto saya tahun 2001 lalu dengan anak saya. Anak saya sekarang umurnya sudah 22 tahun,” ceritanya.
Edy Santoso menambahkan, di tempat tersebut ada empat orang sales rokok Gudang Garam. Kemudian, salah satu dari sales tersebut meminta ijin untuk memotretnya sebagai kenang-kenangan, tanpa diberi imbalan apapun.
“Nggak diberi apa-apa, wong malah saya disuruh beli rokok,” imbuhnya.
Kemudian di tahun 2014, Edy Santoso terkejut, karena foto dirinya merokok sambil menggendong anaknya terpampang di hampir seluruh bungkus rokok yang beredar di pasaran. Kondisi ini membuat dirinya menjadi perbincangan hangat warga di lingkungannya.
Meski awalnya tak menghiraukan, Edy Santoso lama kelamaan terusik. Kemudian ia melaporkan kejadian ini dan menuntut hak royalti melalui pengacara ke Polda Jatim dan Polres Lamongan. Namun, usaha tersebut sia-sia karena justru berujung surat perintah penghentian penyelidikan (SP3).
“Padahal saya telah mengeluarkan banyak biaya untuk menyewa pengacara dan biaya lainnya. Sampai apa-apa saya jual mas,” tegasnya.
Setelah upayanya mentok,Edy Santoso terus berupaya melakukan langkah untuk mendapatkan hak royalti. Termasuk bersurat ke Presiden Joko Widododan Menko Mahfud MD.
“Dan terakhir datang ke kantor PWI Lamongan ini,” ujarnya.
Atas kondisi ini, Edy Santoso hanya bisa berharap pihak yang mencatut fotonya segera memberikan royalti. (fli/rok)
Edy Santoso yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan menceritakan. Pencatutan foto tanpa ijin tersebut bermula pada tahun 2001. Saat itu, ia bersama dengan anaknya bernama Edy Firlana yang masih berusia 9 bulan, jalan-jalan ke warung kismawati tak jauh dari rumahnya.
“Itu foto saya tahun 2001 lalu dengan anak saya. Anak saya sekarang umurnya sudah 22 tahun,” ceritanya.
Edy Santoso menambahkan, di tempat tersebut ada empat orang sales rokok Gudang Garam. Kemudian, salah satu dari sales tersebut meminta ijin untuk memotretnya sebagai kenang-kenangan, tanpa diberi imbalan apapun.
“Nggak diberi apa-apa, wong malah saya disuruh beli rokok,” imbuhnya.
Kemudian di tahun 2014, Edy Santoso terkejut, karena foto dirinya merokok sambil menggendong anaknya terpampang di hampir seluruh bungkus rokok yang beredar di pasaran. Kondisi ini membuat dirinya menjadi perbincangan hangat warga di lingkungannya.
Meski awalnya tak menghiraukan, Edy Santoso lama kelamaan terusik. Kemudian ia melaporkan kejadian ini dan menuntut hak royalti melalui pengacara ke Polda Jatim dan Polres Lamongan. Namun, usaha tersebut sia-sia karena justru berujung surat perintah penghentian penyelidikan (SP3).
“Padahal saya telah mengeluarkan banyak biaya untuk menyewa pengacara dan biaya lainnya. Sampai apa-apa saya jual mas,” tegasnya.
Setelah upayanya mentok,Edy Santoso terus berupaya melakukan langkah untuk mendapatkan hak royalti. Termasuk bersurat ke Presiden Joko Widododan Menko Mahfud MD.
“Dan terakhir datang ke kantor PWI Lamongan ini,” ujarnya.
Atas kondisi ini, Edy Santoso hanya bisa berharap pihak yang mencatut fotonya segera memberikan royalti. (fli/rok)