TUBAN - Sebuah masjid unik berdiri di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes) Wali Songo Desa Lajulor, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban. Tempat ibadah umat muslim tersebut bernama Masjid An-Nur.
Bagian ujung atap masjid tidak dihiasi kubah aluminium seperti masjid pada umumnya, melainkan gembol atau akar pohon jati. Namun, yang paling unik adalah masjid ini dibangun hanya bertumpu pada satu tiang berupa kayu jati utuh berusia ratusan tahun. Tiang penyangganya memiliki ketinggian 27 meter dan berdiameter 85 centimeter.
Menurut Pengasuh Ponpes Walisongo, KH. Noer Nasroh Hadiningrat, pemilihan kayu jati utuh setinggi 27 meter ini bukan tanpa maksud. Angka 27 merupakan simbol turunnya perintah sholat lima waktu dari Allah kepada Nabi Muhammad saat melakukan Isro’ Mi’raj yang jatuh pada tanggal 27 rajab.
“Kayu jatinya dari TPK Jatirogo, diameter 85 panjang 27 meter. Itu maunahnya Allah, untuk mendirikan itu tanpa alat berat, hanya pakai tali bambu,” tegas KH. Noer Nasroh kepada JTV, Selasa (28/03/2023).
Ia menambahkan, proses pendirian masjid satu tiang ini terbilang di luar nalar manusia. Untuk membawa masuk kayu sebesar itu pasti sulit tanpa bantuan alat berat. Sebab, akses jalan dan medan menuju lokasi cukup berkelok-kelok serta naik-turun, sehingga alat berat dipastikan tidak bisa masuk.
Konon, tiang kayu jati besar ini didirikan hanya menggunakan serat bambu. Namun, berkat kuasa Allah, tiang bisa berdiri tegak, dan dapat dimanfaatkan untuk ibadah serta syiar agama islam hingga sekarang.
“Masjid ini dibangun karena kebutuhan. Saat itu santri sudah banyak tapi belum punya masjid, lalu tahun 1994 kita bangun masjid. Sedangkan pondoknya sudah ada mulai tahun 1977,” ungkapnya.
Bagian ujung atap masjid tidak dihiasi kubah aluminium seperti masjid pada umumnya, melainkan gembol atau akar pohon jati. Namun, yang paling unik adalah masjid ini dibangun hanya bertumpu pada satu tiang berupa kayu jati utuh berusia ratusan tahun. Tiang penyangganya memiliki ketinggian 27 meter dan berdiameter 85 centimeter.
Menurut Pengasuh Ponpes Walisongo, KH. Noer Nasroh Hadiningrat, pemilihan kayu jati utuh setinggi 27 meter ini bukan tanpa maksud. Angka 27 merupakan simbol turunnya perintah sholat lima waktu dari Allah kepada Nabi Muhammad saat melakukan Isro’ Mi’raj yang jatuh pada tanggal 27 rajab.
“Kayu jatinya dari TPK Jatirogo, diameter 85 panjang 27 meter. Itu maunahnya Allah, untuk mendirikan itu tanpa alat berat, hanya pakai tali bambu,” tegas KH. Noer Nasroh kepada JTV, Selasa (28/03/2023).
Ia menambahkan, proses pendirian masjid satu tiang ini terbilang di luar nalar manusia. Untuk membawa masuk kayu sebesar itu pasti sulit tanpa bantuan alat berat. Sebab, akses jalan dan medan menuju lokasi cukup berkelok-kelok serta naik-turun, sehingga alat berat dipastikan tidak bisa masuk.
Konon, tiang kayu jati besar ini didirikan hanya menggunakan serat bambu. Namun, berkat kuasa Allah, tiang bisa berdiri tegak, dan dapat dimanfaatkan untuk ibadah serta syiar agama islam hingga sekarang.
“Masjid ini dibangun karena kebutuhan. Saat itu santri sudah banyak tapi belum punya masjid, lalu tahun 1994 kita bangun masjid. Sedangkan pondoknya sudah ada mulai tahun 1977,” ungkapnya.
Hingga kini, masjid yang berada di lingkungan Ponpes Wali Songo ini masih dikenal keunikannya. Masjid ini makmur karena menjadi tempat ibadah dan dakwah bagi para santri ponpes dan masyarakat sekitar.
Selain untuk beribadah para santri. Masjid ini juga rutin digunakan para santri dan penduduk sekitar pondok untuk mengaji dan menjalankan sholat lima waktu. Tak jarang warga dari luar tuban berkunjung untuk melihat dan menyempatkan beribadah. (dzi/rok)
Selain untuk beribadah para santri. Masjid ini juga rutin digunakan para santri dan penduduk sekitar pondok untuk mengaji dan menjalankan sholat lima waktu. Tak jarang warga dari luar tuban berkunjung untuk melihat dan menyempatkan beribadah. (dzi/rok)