LAMONGAN - Dualisme kepemimpinan membuat sekitar 100 mahasiswa Universitas Islam Lamongan (Unisla) menggelar demo di kampus mereka sendiri. Para mahasiswa mengaku resah, karena takut dengan keberlangsungan pendidikan mereka di kampus setempat.
Dalam aksi ini, mahasiswa mendesak dua kubu duduk bersama menyelesaikan konflik internal tersebut.Mereka berorasi di depan gedung rektorat Unisla di Jalan Veteran Lamongan dan membawa poster berisi tuntutan.
Dalam orasinya, para mahasiswa sebelumnya mengaku telah mengirim surat pernyataan ke dua belah pihak yang berseteru untuk menyelesaikan dualisme. Namun, ternyata belum ada tindak lanjutnya.
“Kami mendesak penyelesaian permasalahan tersebut tanpa harus berlarut-larut dalam perebutan kekuasaan yang terjadi saat ini. Kami juga menuntut semua pihak terkait untuk berbenah dan memberikan klarifikasi polemik yang belakangan mencuat,” tegas Ketua BEM Unisla, Chelvin Akbar Putra Mandala dalam orasinya, Rabu (17/5/2023).
Selain itu, mahasiswa juga mendesak tentang kepastian edaran akademik dengan jadwal yang konkrit. Serta diberi kejelasan dan kepastian pembayaran administrasi agar tidak menyebabkan kebingungan mahasiswa dalam prosedur administrasi.
Usai menyampaikan aspirasinya, ratusan mahasiswa ini kemudian diterima dua pihak yang tengah berseteru. Di depan dua kubu ini, mahasiswa kembali menegaskan tuntutan mereka dan meminta agar digelarnya konferensi luar biasa (KLB).
Sementara itu, pimpinan kampus yang berkonflik terlihat masih teguh mempertahankan argumen soal kepemimpinan. Pihak Wardoyo menganggap keputusannya tepat dan sesuai hukum.
Dilain pihak, kubu Bambang Eko Muljono yang diwakili PJ Rektor Abdul Ghofur menyebut pihaknyalah yang benar lantaran sesuai dengan statuta kampus dan regulasi kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi RI. (fli/rok)
Dalam aksi ini, mahasiswa mendesak dua kubu duduk bersama menyelesaikan konflik internal tersebut.Mereka berorasi di depan gedung rektorat Unisla di Jalan Veteran Lamongan dan membawa poster berisi tuntutan.
Dalam orasinya, para mahasiswa sebelumnya mengaku telah mengirim surat pernyataan ke dua belah pihak yang berseteru untuk menyelesaikan dualisme. Namun, ternyata belum ada tindak lanjutnya.
“Kami mendesak penyelesaian permasalahan tersebut tanpa harus berlarut-larut dalam perebutan kekuasaan yang terjadi saat ini. Kami juga menuntut semua pihak terkait untuk berbenah dan memberikan klarifikasi polemik yang belakangan mencuat,” tegas Ketua BEM Unisla, Chelvin Akbar Putra Mandala dalam orasinya, Rabu (17/5/2023).
Selain itu, mahasiswa juga mendesak tentang kepastian edaran akademik dengan jadwal yang konkrit. Serta diberi kejelasan dan kepastian pembayaran administrasi agar tidak menyebabkan kebingungan mahasiswa dalam prosedur administrasi.
Usai menyampaikan aspirasinya, ratusan mahasiswa ini kemudian diterima dua pihak yang tengah berseteru. Di depan dua kubu ini, mahasiswa kembali menegaskan tuntutan mereka dan meminta agar digelarnya konferensi luar biasa (KLB).
Sementara itu, pimpinan kampus yang berkonflik terlihat masih teguh mempertahankan argumen soal kepemimpinan. Pihak Wardoyo menganggap keputusannya tepat dan sesuai hukum.
Dilain pihak, kubu Bambang Eko Muljono yang diwakili PJ Rektor Abdul Ghofur menyebut pihaknyalah yang benar lantaran sesuai dengan statuta kampus dan regulasi kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi RI. (fli/rok)
