Ibu-ibu komunitas Prima di Desa Bojorejo, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro saat memproduksi tas rajut. |
BOJONEGORO - Kerja keras dan ketekunan yang dilakukan komunitas Perempuan Indonesia Merajut (Prima) Bojonegoro, kini berbuah hasil manis.
Proses dan perjalanan yang tidak mulus, hingga banyak anggota yang terdampak seleksi alam tak memutus semangat untuk tetap eksis berkarya hingga sekarang.
Produksi berupa tas rajut, dompet, sepatu, taplak dan sejumlah kerajinan rajut lainnya, kini mampu menembus pasar Amerika Serikat.
“Jadi produksi kita diambil BCM (CV Bumi Cipta Mandiri) Jogjakarta. Kita juga pasarkan sendiri via online,” kata Ketua Kordinator Prima Bojonegoro, Siti Nurul Hidayati (31) kepada JTV, Selasa (22/11/2023).
Setiap harinya, Nurul bersama 25 perempuan di Desa Bonorejo, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro mengerjakan orderan tas rajut dari BCM Yogyakarta. Sebuah perusahaan distributor yang disiapkan oleh ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) untuk memasarkan hasil rajutan dari para perempuan di desanya.
“Kita mengerjakan 5.000 tas rajut pesanan dari CV BCM Yogyakarta yang dikirim ke Amerika Serikat. Sampai sekarang kita masih mengerjakan dan deadline pengerjaan tanggal 29 bulan November 2023,” jelasnya.
Nurul menambahkan, ada bermacam-macam produk rajut hasil olah tangan para perempuan di Desa Bonorejo. Diantaranya tas, bros, gantungan kunci, boneka, taplak, hingga souvenir.
“Selain itu, kami juga menyediakan alat rajut mulai benang, jarum rajut, finishing serta melayani pelatihan. Usaha ini berkembang setelah mendapat pelatihan dari EMCL,” tambahnya.
Ibu dua anak ini mengingat kilas balik selama proses mengikuti pelatihan yang difasilitasi oleh EMCL di akhir Tahun 2018. Setelah mengikuti pembinaan hingga trial order, kemudian muncul ide jika produk rajut memiliki peluang pasar besar.
“Dulu saya ikut pelatihan yang difasilitasi oleh EMCL di akhir Tahun 2018 selama 2 Bulan, itu titik awal usaha rajut ini dimulai,” ungkapnya.
Nurul juga menyinggung jika jumlah anggotanya di Desa Bonorejo kini menyisakan 25 anggota yang bertahan. Sementara secara keseluruhan anggota di Bojonegoro berjumlah 104 pengrajin.
“Untuk anggota kami yang di Bonorejo awalnya banyak, tapi sekarang tinggal 25. Karena tidak semua orang mau berproses sampai ke titik ini,” ujarnya.
Namun, berkat tangan dingin dari Ibu-ibu Prima Bojonegoro, karya rajut yang mereka produksi kini mampu menambah pundi-pundi keuangan rumah tangga.
Harga dompet dijual mulai Rp 50 ribu, sedangkan tas dijual kisaran Rp 200-800 ribu. Bahkan juga menerima pesanan sesuai permintaan yang berpengaruh pada harga.
Dengan bekerja di rumah dan menyelesaikan pesanan unit produksi, anggota mampu menghasilkan Rp 1-2 juta setiap bulannya.
“Bisa mendapatkan Rp 2 juta per bulan dengan kerja merajut di rumah, itu kan luar biasa. Lumayan buat tambahan belanja dapur,“ tutupnya.
Sementara itu, Comunication and Relation Public Govermant Affair EMCL, Al Maliki Ukay Sukaya Subqy mengatakan, Program Perempuan Indonesia Merajut (PRIMA) merupakan bagian dari komitmen EMCL di bidang pengembangan ekonomi, khususnya perempuan.
Lanjut Malik sapaan akrabnya, selama program berlangsung para penerima manfaat diberi pelatihan agar bisa mengembangkan produknya. Bahkan saat ini, mereka juga sudah memasarkan produk sendiri melalui pasar luring dan daring.
“Ke depan, kita berharap, para perempuan ini bisa mandiri dan mampu membawa perubahan di masyarakat. Terlebih bisa meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar wilayah operasi Lapangan Banyu Urip,” tegasnya. (edo/rok)