BOJONEGORO - Air Sungai Bengawan Solo di Desa Pilangsari, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, mengeluarkan bau tak sedap. Kondisi tersebut sudah berlangsung sejak tiga hari terakhir.
Keluarnya bau busuk dibarengi dengan matinya ikan yang diperkirakan mencapai ribuan, terutama ikan yang masih kecil. Seperti ikan wader, tawes keting serta beragam jenis ikan kecil lainya. Warga menduga matinya ikan dan bau tak sedap disebabkan air sungai tercemar limbah.
“Ini sudah tiga hari. Ikan yang mati kebanyakan yang kecil-kecil. Kemungkinan karena limbah,” ungkap Kaka, warga setempat, Jumat (17/11/2023).
Selain itu, dampak adanya blooming atau ledakan populasi eceng gondok di kawasan hilir yang menutup permukaan sungai dinilai juga memperburuk kualitas air di sungai terpanjang se Pulau Jawa ini.
“Sungai baunya juga busuk mas, karena terlalu banyak ikan yang mati,” imbuh Kaka.
Hal tersebut diperkuat hasil penelitian yang dilakukan Universitas Bojonegoro beberapa waktu lalu yang menunjukan kadar oksigen air di bawah eceng gondok sangat rendah. Hal itu lantaran sinar matahari tak bisa masuk ke dalam air.
Air sungai yang tak bisa mengalir deras kian memperparah buruknya kualitas air. Hal tersebut disebabkan pintu bendung gerak di wilayah hilir, hanya satu pintu yang dibuka itupun hanya sedikit.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Bojonegoro, Dandy Suprayitno mengatakan, jika pihaknya telah mengambil sampel air untuk dilakukan uji laboratorium. Hasilnya akan keluar selama 10 hari.
Namun, dugaan sementara matinya ikan disebabkan sejumlah faktor, seperti fenomena saat memasuki musim hujan, serta rendahnya oksigen air akibat blooming atau ledakan populasi eceng gondok yang menutup permukaan sungai terpanjang di pulau Jawa ini. (lim)
Keluarnya bau busuk dibarengi dengan matinya ikan yang diperkirakan mencapai ribuan, terutama ikan yang masih kecil. Seperti ikan wader, tawes keting serta beragam jenis ikan kecil lainya. Warga menduga matinya ikan dan bau tak sedap disebabkan air sungai tercemar limbah.
“Ini sudah tiga hari. Ikan yang mati kebanyakan yang kecil-kecil. Kemungkinan karena limbah,” ungkap Kaka, warga setempat, Jumat (17/11/2023).
Selain itu, dampak adanya blooming atau ledakan populasi eceng gondok di kawasan hilir yang menutup permukaan sungai dinilai juga memperburuk kualitas air di sungai terpanjang se Pulau Jawa ini.
“Sungai baunya juga busuk mas, karena terlalu banyak ikan yang mati,” imbuh Kaka.
Hal tersebut diperkuat hasil penelitian yang dilakukan Universitas Bojonegoro beberapa waktu lalu yang menunjukan kadar oksigen air di bawah eceng gondok sangat rendah. Hal itu lantaran sinar matahari tak bisa masuk ke dalam air.
Air sungai yang tak bisa mengalir deras kian memperparah buruknya kualitas air. Hal tersebut disebabkan pintu bendung gerak di wilayah hilir, hanya satu pintu yang dibuka itupun hanya sedikit.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Bojonegoro, Dandy Suprayitno mengatakan, jika pihaknya telah mengambil sampel air untuk dilakukan uji laboratorium. Hasilnya akan keluar selama 10 hari.
Namun, dugaan sementara matinya ikan disebabkan sejumlah faktor, seperti fenomena saat memasuki musim hujan, serta rendahnya oksigen air akibat blooming atau ledakan populasi eceng gondok yang menutup permukaan sungai terpanjang di pulau Jawa ini. (lim)
Ikuti berita terkini JTV Bojonegoro di Google News