NGAWI - Memasuki musim penghujan sejumlah petani melon di Desa Keninten, Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi, kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi karena langka dan sulit dicari.
Sulitnya mendapatkan pupuk seperti yang dirasakan Madi Utomo, petani melon desa setempat. Dirinya terpaksa menggunakan pupuk non subsidi yang harganya cukup mahal.
Untuk memaksimalkan hasil panennya, Ia terpaksa menggunakan pupuk semprot untuk kebutuhan 15 ribu tanaman melon, yang luas lahannya mencapai satu hektar. Beruntung hasil panennya bisa melimpah dan meraup keuntungan puluhan juta rupiah.
“Pakai pupuk non subsidi karena yang subsidi sulit mas. Alhamdulillah hasilnya melimpah. Hasil tersebut bisa menutupi kebutuhan biaya penanaman, membeli pupuk dan perawatan tanam,” ungkapnya kepada JTV, Sabtu (24/02/2024).
Menurut Madi Utomo, hasil panen disaat musim penghujan cukup melimpah hingga keberhasilannya mencapai 95 persen. Karena pupuk langka, Ia terpaksa menggunakan pupuk semprot lainnya, untuk pertubuhan tanaman melonnya.
“Hasil panen melonnya tersebut, langsung dibeli tengkulak yang datang ke lokasi seharga 4 ribu rupiah per kilogramnya. Langsung dijual dan dikirim ke pedagang besar di Jakarta,” imbuhnya.
Petani melon hanya berharap kepada pemerintah setempat, untuk segera mengatasi kelangkaan pupuk, agar biaya produksi tanamannya bisa ditekan. (ito/rok)
Sulitnya mendapatkan pupuk seperti yang dirasakan Madi Utomo, petani melon desa setempat. Dirinya terpaksa menggunakan pupuk non subsidi yang harganya cukup mahal.
Untuk memaksimalkan hasil panennya, Ia terpaksa menggunakan pupuk semprot untuk kebutuhan 15 ribu tanaman melon, yang luas lahannya mencapai satu hektar. Beruntung hasil panennya bisa melimpah dan meraup keuntungan puluhan juta rupiah.
“Pakai pupuk non subsidi karena yang subsidi sulit mas. Alhamdulillah hasilnya melimpah. Hasil tersebut bisa menutupi kebutuhan biaya penanaman, membeli pupuk dan perawatan tanam,” ungkapnya kepada JTV, Sabtu (24/02/2024).
Menurut Madi Utomo, hasil panen disaat musim penghujan cukup melimpah hingga keberhasilannya mencapai 95 persen. Karena pupuk langka, Ia terpaksa menggunakan pupuk semprot lainnya, untuk pertubuhan tanaman melonnya.
“Hasil panen melonnya tersebut, langsung dibeli tengkulak yang datang ke lokasi seharga 4 ribu rupiah per kilogramnya. Langsung dijual dan dikirim ke pedagang besar di Jakarta,” imbuhnya.
Petani melon hanya berharap kepada pemerintah setempat, untuk segera mengatasi kelangkaan pupuk, agar biaya produksi tanamannya bisa ditekan. (ito/rok)