TUBAN - Setelah sehari sebelumnya dilanda kepanikan, suasana Desa Tasikharjo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Selasa (11/06/2024) pagi, terlihat sudah kembali normal. Warga yang sebelumnya terpapar gas menyengat dari kebocoran tangki Fuel Terminal BBM Pertamina, kini kembali beraktifitas seperti biasa.
Namun, trauma mendalam masih dirasakan warga. Memasuki malam tiba, mereka khawatir kebocoran gas kembali terjadi saat sedang terlelap tidur, lantaran minim safety dan ketiadaan sirine tanda bahaya. Dengan kondisi badan belum fit, gas akan berdampak lebih buruk bagi kesehatan.
“Saya masih pusing, mual, dan trauma bau pertalite gas yang kemarin masih terasa bau. Itu bikin badan saya masih lemas. Jadi belum bisa beraktifitas normal,” jelas Susi Isnur, salah satu korban bau gas BBM Pertamina.
“Khawatir pasti mas, semoga jangan sampai terjadi lagi kedepannya. Harapannya, pihak pertamina bisa evaluasi dan berhati-hati,” imbuh Susi.
Sementara itu, Kepala Desa Tasikharjo, Damuri mengatakan, korban paparan gas dari bocornya tangki BBM berjumlah 99 orang. 1 korban kritis masih dirawat di Rumah Sakit Nahdlatul Ulama Tuban, sementara 98 orang lainnya menjalani rawat jalan.
“Kondisinya sekarang satu masih dirawat di RSNU dan lainnya rawat jalan. Sampai saat ini belum ada kompensasi dari Pertamina,” ungkapnya.
Pihak Desa berharap, Pertamina memberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan berkala bagi warga sekitar operasi tangki dan kompensasi kepada seluruh warga.
“Kompensasi untuk warga terdampak dan peningkatan safety itu wajib. Paling tidak ada edukasi ke masyarakat, bagaimana jika terjadi kecelakaan di perusahaan. Lalu ada sirine pemberitahuan,” harap Damuri.
Sebagai langkah antisipasi, pemasangan sirine tanda bahaya juga perlu dilakukan agar warga bisa mendapat peringatan dini.
Diberitakan sebelumnya, bau gas dari kebocoran tangki pertamax di Fuel Terminal BBM Pertamina Kabupaten Tuban, membuat warga desa yang bermukim di sekitar lokasi panik. Warga yang merasa pusing dan mual akibat bau gas tersebut, berhamburan keluar rumah dan mengungsi. (dzi/rok)
Namun, trauma mendalam masih dirasakan warga. Memasuki malam tiba, mereka khawatir kebocoran gas kembali terjadi saat sedang terlelap tidur, lantaran minim safety dan ketiadaan sirine tanda bahaya. Dengan kondisi badan belum fit, gas akan berdampak lebih buruk bagi kesehatan.
“Saya masih pusing, mual, dan trauma bau pertalite gas yang kemarin masih terasa bau. Itu bikin badan saya masih lemas. Jadi belum bisa beraktifitas normal,” jelas Susi Isnur, salah satu korban bau gas BBM Pertamina.
“Khawatir pasti mas, semoga jangan sampai terjadi lagi kedepannya. Harapannya, pihak pertamina bisa evaluasi dan berhati-hati,” imbuh Susi.
Sementara itu, Kepala Desa Tasikharjo, Damuri mengatakan, korban paparan gas dari bocornya tangki BBM berjumlah 99 orang. 1 korban kritis masih dirawat di Rumah Sakit Nahdlatul Ulama Tuban, sementara 98 orang lainnya menjalani rawat jalan.
“Kondisinya sekarang satu masih dirawat di RSNU dan lainnya rawat jalan. Sampai saat ini belum ada kompensasi dari Pertamina,” ungkapnya.
Pihak Desa berharap, Pertamina memberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan berkala bagi warga sekitar operasi tangki dan kompensasi kepada seluruh warga.
“Kompensasi untuk warga terdampak dan peningkatan safety itu wajib. Paling tidak ada edukasi ke masyarakat, bagaimana jika terjadi kecelakaan di perusahaan. Lalu ada sirine pemberitahuan,” harap Damuri.
Sebagai langkah antisipasi, pemasangan sirine tanda bahaya juga perlu dilakukan agar warga bisa mendapat peringatan dini.
Diberitakan sebelumnya, bau gas dari kebocoran tangki pertamax di Fuel Terminal BBM Pertamina Kabupaten Tuban, membuat warga desa yang bermukim di sekitar lokasi panik. Warga yang merasa pusing dan mual akibat bau gas tersebut, berhamburan keluar rumah dan mengungsi. (dzi/rok)