Iklan Beranda

Sketsa Bengawan
Rabu, 31 Juli 2024, 16:46 WIB
Last Updated 2024-07-31T09:46:43Z
BojonegoroPotensi DaerahViewerViral

Musim Kemarau Jadi Berkah Petani Padi di Bantaran Bengawan Solo


BOJONEGORO - Datangnya musim kemarau, biasanya selalu menjadi kendala bagi para petani di wilayah Perbukitan Kabupaten Bojonegoro. Sulitnya pasokan air, membuat mereka sering kali gagal panen. Bahkan tak jarang, para petani yang frustasi, nekat membakar tanaman padi yang mati kering akibat tidak adanya pasokan air.

Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi para petani di sepanjang bantaran aliran Sungai Bengawan Solo Kabupaten Bojonegoro. Datangnya musim kemarau justru disambut antusias. Salah satunya seperti dirasakan para petani di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor, Bojonegoro.

Ratusan hektar lahan sawah setempat yang pada musim penghujan lalu terbengkalai akibat dampak banjir, kini berhasil diubah menjadi lahan produktif untuk tanaman padi. Tanaman padi tumbuh subur dan optimal, nyaris tanpa gangguan hama.

Saat ini, para petani pun tinggal melakukan perawatan. Hamparan padi yang rata-rata berumur satu bulan, tampak menghijau dan subur. Melimpahnya pasokan air dari Sungai Bengawan Solo membuat tanaman berkembang dengan baik.

“Kalau musim kemarau gini petani disini bisa tanam padi maksimal. Soalnya kalau musim hujan banjir mas,” jelas Kasturi, salah satu petani padi desa setempat kepada JTV, Senin (31/07/2024).

Data dari Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bojonegoro menjadi salah satu daerah penghasil beras terbesar di jawa timur dan nasional. Dari lahan pertanian padi seluas lebih dari 153 ribu hektar, sebagian besar diantaranya terletak di bantaran Sungai Bengawan Solo.

Selain akses air yang mudah, bantuan pompa air dari berbagai pihak serta irigasi pertanian terpadu, juga menjadi salah satu faktor penunjangnya. Kondisi ini membuat para petani bisa menanam padi secara maksimal pada musim kemarau.

“Di sepanjang bantaran bengawan solo kalau musim kemarau justru cocok ditanami padi. Karena airnya mudah dan hasilnya bisa maksimal,” terang Hadi Susilo, anggota kelompok tani desa Kedungprimpen.

Meski demikian, pemanfaatan lahan pertanian di Bojonegoro pada musim kemarau dinilai masih kurang maksimal, khususnya di wilayah perbukitan. Selain karena terkendala air, para petani dinilai juga minim inovasi dan kurang tepat dalam memilih varietas padi yang tahan terhadap cuaca panas dan kering.

“Petani di Bojonegoro masih kurang berinovasi. Saat kemarau harusnya mereka memberikan pupuk organik dan sekam yang cukup sesuai tanah, agar air di tanah bisa bertahan lama. Selain itu juga harus memilih varietas padi yang tepat,” ungkap Yaumiddin Sugianto, Ketua Pelatihan Anak Tani Remaja Bojonegoro.

Kompleksitas persoalan serta pemanfaatan potensi pertanian, menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak, untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan nasional. (lim/rok)