TUBAN - Kasus dugaan politisasi penyaluran bantuan beras oleh Pemkab Tuban berlogo visi misi pasangan calon, akhirnya dihentikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tuban. Pasalnya, bawaslu tidak menemukan adanya unsur pelanggaran pidana pilkada dalam penyaluran bansos dengan sasaran 2.777 warga miskin tersebut.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kabupaten Tuban, Mohammad Sudarsono, saat pers rilis di Kantor Bawaslu setempat, Rabu (30/10/2024) sore. Menurutnya, pihak Bawaslu telah mengklarifikasi sejumlah saksi dan instansi untuk memastikan adanya unsur pelanggaran pidana pilkada.
“Setelah melakukan klarifikasi, kemudian dilakukan kajian akhir bersama pihak kepolisian dan kejaksaan melalui sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu). Hasilnya kita putuskan tidak ada unsur pelanggaran pidana pilkada,” jelasnya.
Sudarsono menambahkan, Bawaslu menemukan bahwa bansos tersebut merupakan program bantuan pangan non tunai daerah (BPNTD) yang dilakukan secara rutin tiap tahunnya oleh Pemkab Tuban. Dalam proses penyaluran beras BPNTD tersebut, Pemkab Tuban juga dinilai tidak menyampaikan pesan khusus yang menguntungkan salah satu paslon peserta Pilkada Tuban 2024.
“Sementara tulisan tagline "Mbangun Deso Noto Kutho" yang ada dalam kemasan beras bansos tersebut, merupakan moto Pemkab Tuban sesuai perbup nomor 200 tahun 2021,” imbunnya.
Meski demikian, Bawaslu tidak menampik fakta bahwa tagline tersebut digunakan oleh calon bupati dan wakil bupati tuban nomor 2, Aditya Halindra Faridzky-Joko Sarwono.
Diberitakan sebelumnya, Bawaslu Tuban menemukan dugaan pelanggaran pidana pilkada 2024 yang dilakukan oleh aparatur negeri sipil, terkait penyaluran bansos berupa beras 10 kilogram dari program bantuan pangan non tunai daerah di tengah masa kampanye.
Bantuan tersebut diduga menguntungkan salah satu paslon peserta pilkada tuban 2024, lantaran dalam kemasannya ada tulisan "Mbangun Deso Noto Kutho" yang merupakan visi misi dari paslon bupati dan wakil bupati tuban nomor urut 2. (dzi/rok)
Hal tersebut disampaikan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kabupaten Tuban, Mohammad Sudarsono, saat pers rilis di Kantor Bawaslu setempat, Rabu (30/10/2024) sore. Menurutnya, pihak Bawaslu telah mengklarifikasi sejumlah saksi dan instansi untuk memastikan adanya unsur pelanggaran pidana pilkada.
“Setelah melakukan klarifikasi, kemudian dilakukan kajian akhir bersama pihak kepolisian dan kejaksaan melalui sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu). Hasilnya kita putuskan tidak ada unsur pelanggaran pidana pilkada,” jelasnya.
Sudarsono menambahkan, Bawaslu menemukan bahwa bansos tersebut merupakan program bantuan pangan non tunai daerah (BPNTD) yang dilakukan secara rutin tiap tahunnya oleh Pemkab Tuban. Dalam proses penyaluran beras BPNTD tersebut, Pemkab Tuban juga dinilai tidak menyampaikan pesan khusus yang menguntungkan salah satu paslon peserta Pilkada Tuban 2024.
“Sementara tulisan tagline "Mbangun Deso Noto Kutho" yang ada dalam kemasan beras bansos tersebut, merupakan moto Pemkab Tuban sesuai perbup nomor 200 tahun 2021,” imbunnya.
Meski demikian, Bawaslu tidak menampik fakta bahwa tagline tersebut digunakan oleh calon bupati dan wakil bupati tuban nomor 2, Aditya Halindra Faridzky-Joko Sarwono.
Diberitakan sebelumnya, Bawaslu Tuban menemukan dugaan pelanggaran pidana pilkada 2024 yang dilakukan oleh aparatur negeri sipil, terkait penyaluran bansos berupa beras 10 kilogram dari program bantuan pangan non tunai daerah di tengah masa kampanye.
Bantuan tersebut diduga menguntungkan salah satu paslon peserta pilkada tuban 2024, lantaran dalam kemasannya ada tulisan "Mbangun Deso Noto Kutho" yang merupakan visi misi dari paslon bupati dan wakil bupati tuban nomor urut 2. (dzi/rok)