TUBAN - Di tengah menjamur dan populernya jajanan modern yang banyak mengandung bahan kimia, pasangan suami istri di Kabupaten Tuban, berhasil mempertahankan dan membuat kuliner tradisional jenang siwalan. Jenang berbahan dasar buah siwalan ini dibuat dengan bahan dasar alami, sehingga memiliki cita rasa yang khas.
Pasutri tersebut adalah Hadi Suminto dan Anip Munadiroh, warga Lingkungan Kiring, Kelurahan Gedongombo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban. Setiap pagi, keduanya mengupas siwalan untuk diambil buahnya dan dimasak menjadi jajanan tradisional bernama jenang siwalan.
Jenang siwalan buatan Hadi Suminto ini diolah dan dimasak secara alami serta tanpa bahan pengawet, sehingga memiliki cita rasa yang khas.
Untuk membuat jenang siwalan, pertama-tama harus mengupas buah siwalan yang baru saja dipetik. Setelah terkelupas bersih dari kulitnya, buah siwalan yang mirip kolang-kaling ini lalu dibersihkan dan kemudian di blender.
Setelah itu, bahan dasar jenang yang teksturnya halus dan lembut ini pun dimasak dengan api yang kecil dan stabil agar tidak gosong. Selang beberapa menit, gula pasir dan gula merah siwalan pun dimasukkan dan bahan jenang yang semula putih, kini berubah warna menjadi merah kecoklat-coklatan.
Setelah masak, jenang ini pun didinginkan beberapa saat, lalu dikemas dengan dibungkus plastik kecil-kecil berbentuk lonjong. Kemudian jenang siwalan ini pun dimasukkan kemasan besek berbentuk tangkup, yang terbuat dari daun pohon siwalan.
Hadi Suminto mengatakan, usaha jenang siwalan ini dimulai saat pandemi covid-19 tahun 2020 lalu. Memanfaatkan lingkungan sekitar yang memang banyak ditumbuhi pohon siwalan, Hadi kemudian bereksperimen membuat jenang siwalan.
“Awalnya itu pas covid. karena cari kerjaan juga susah. Akhirnya buat jenang ini. Karena memang disini pusatnya buah siwalan,” jelasnya kepada JTV, Sabtu (09/11/2024).
Hadi menjual jenang siwalan dalam dua kemasan, yakni kemasan kecil isi dua puluh biji dijual dengan harga dua puluh ribu rupiah. Sementara untuk kemasan yang lebih besar isi lima puluh biji, di jual dengan harga empat puluh ribu rupiah.
“Omzet selama satu bulan Alhamdulillah sudah tembus sembilan juta rupiah. Semoga bisa terus berkembang,” ungkap pria 42 tahun ini.
Jenang siwalan khas Tuban ini dijual di toko oleh-oleh dan tempat-tempat wisata di Tuban. Selain itu, Hadi juga memasarkan produknya secara online lewat media sosial. Rasa manis tanpa bahan pengawet dari jajanan tradisional ini, membuat warga sering membelinya untuk oleh-oleh.
“Kalau mau ke rumah mertua biasa beli oleh-oleh disini. Karena memang suka dan bahannya alami,” kata Kiswati, salah satu pelanggan.
Tak hanya menyasar pasar lokal, jajanan tradisional ini juga laku terjual di Arab Saudi dan Hongkong. (dzi/rok)