Oleh :
Fitrothul Mubarokah
Mahasiswa Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
JTVBojonegoro.com - Perjanjian kawin di Indonesia mungkin masih menjadi hal yang tabu oleh masyarakat. Banyak masyarakat beranggapan bahwa pembuatan perjanjian perkawinan justru bentuk ketidakpercayaan terhadap pasangan sebelum memasuki rumah tangga. Perjanjian kawin penting di buat dalam sebuah perkawinan untuk mengatur harta kekayaan dan kewajiban serta hak-hak suami istri setelah perkawinan.
Perjanjian kawin diatur dalam beberapa peraturan yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Bab VII Pasal 139- 165 bahwa para calon suami atau istri dengan perjanjian kawin bisa menyimpangi peraturan Perundang-Undangan terkait harta bersama selama tidak bertentangan dengan tata susila yang baik. Perjanjian kawin dibuat sebelum perkawinan dan mulai berlaku bagi suami dan istri sejak perkawinan dilangsungkan dan bagi pihak ketiga adalah sejak dibukukan dalam register kepaniteraan.
Isi dari perjanjian kawin yang diatur dalam KUHPerdata adalah hanya meliputi harta kekayaan saja. Kemudian perjanjian ini tidak dapat diubah sepanjang perkawinan dan bentuk perjanjian kawin ini adalah akta Notaris yaitu akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
Perjanjian kawin dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan jo Putusan MK 69/PUU-XII/2015 juga diatur dalam Bab V Pasal 29 setelah adanya Judicial review bahwa bentuk perjanjian kawin adalah tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan atau Notaris dan dapat dibuat sebelum, pada saat atau selama perkawinan dilangsungkan kemudian mulai berlaku sejak perkawinan berlangsung kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kawin. Hal ini merupakan perkembangan penting yang memberikan ruang yang fleksibilitas hukum bagi pasangan suami istri dalam mengatur urusan perdata rumah tangga.
Isi perjanjian kawin ini adalah memuat tentang harta perkawinan atau perjanjian lainnya Taklik Talak (Perjanjian Perceraian). Perjanjian kawin tidak dapat diubah dan dicabut kecuali atas persetujuan para pihak dan tidak merugikan pihak ketiga.
Jenis perjanjian kawin dalam pengaturan harta perkawinan ada 3 yaitu pertama terpisah harta sama sekali artinya dalam perjanjian kawin ini tidak ada persatuan harta antara suami istri. Suami tetap memiliki kewajiban menafkahi istri dan anak. Jika perkawinan berakhir maka masing-masing pihak membawa harta masing-masing karena tidak ada harta yang bercampur.
Kedua Persatuan terbatas hasil dan pendapatan suatu perjanjian kawin yang menjadi harta bersama adalah hanya sebatas keuntungan saja (hasil dan pendapatan) apabila ada hutang dalam perkawinan tersebut maka di bayar dengan harta persatuan hasil dan pendapatan. Jika belum cukup maka dibayar dengan harta suami.
Dan yang ketiga adalah persatuan terbatas untung dan rugi, dimana perjanjian kawin ini menghendaki agar tidak semua harta kekayaan dari suami dan istri dicampur menjadi satu atau menjadi harta bersama. Namun, hanya sebagian harta perkawinan saja yaitu segala untung dan rugi. Jika perkawinan berakhir maka sebelum pembagian untung dan rugi maka suami istri terlebih dahulu mengambil harta pribadi masing-masing kemudian membagi jika ada keuntungan di bagi 2 dan jika terjadi kerugian pun sebaliknya.
Dengan adanya berbagai macam pilihan jenis perjanjian perkawinan maka sebelum membuat perjanjian suami istri memiliki keleluasaan untuk menentukan pilihan bagaimana mereka ingin mengelola harta kekayaan mereka. Jadi perjanjian perkawinan bukanlah bentuk ketidakpercayaan, melainkan instrumen hukum yang bisa dijadikan tameng bagi pasangan dalam mengantisipasi kemungkinan konflik di masa depan bukan jurang yang memisahkan. (*)